Kotagede adalah salah satu kawasan yang legendaris di Jogja. Meskipun terdapat banyak spot wisata Jogja lainnya, untuk wisata Kota Jogja, Kotagede adalah salah satu yang recommended untuk dikunjungi. Lokasi ini kaya dengan daya tarik sejarah dan pernak-pernik tradisionalnya.
Untuk Anda yang penasaran dan ingin mengetahui banyak hal terkait spot wisata ini, sebelum berkunjung ada baiknya untuk membaca-baca hal-hal yang berkaitan dengan spot wisata yang satu ini. Simak ulasan berikut ini.
Kotagede Masa Kini
Secara adminitratif Kotagede merupakan Kecamatan dari Kota Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kotagede memiliki luas wilayah 3,07 km persegi atau 9,45% dari luas wilayah administrasi Kota Yogyakarta yang luasnya 32,5 km persegi. Kotagede terbagi dalam tiga kelurahan yakni Kelurahan Prenggan, Kelurahan Purbayan, dan Kelurahan Rejowinangun.
Batas wilayah Kotagede :
- Batas Utara : Kec. Banguntapan, Kab. Bantul.
- Batas Timur : Kec. Banguntapan, Kab. Bantul.
- Batas Selatan : Kec. Banguntapan, Kab. Bantul.
- Batas Barat : Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta.
Kotagede Tempo Dulu
Wilayah Kotagede sebagian dulu merupakan bagian dari Kotagede saat ini ditambah dengan sebagian wilayah yang berada di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. Kondisi seperti inilah kadang-kadang menyulitkan untuk membangun Kotagede dalam konteks sebagai bekas kota tua.
Kesulitan pembangunan oleh Pemerintah muncul ketika penanganan dilakukan oleh Pemerintah di tingkat Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Pemerintah Kota Yogyakarta hanya mampu menyentuh wilayah bekas Kotagede yang masuk wilayah Kota Yogyakarta. Demikian juga Pemerintah Kabupaten Bantul hanya bisa meneyentuh wilayah yang masuk Kabupaten Bantul.
Objek Wisata
Objek wisata yang menjadi primadona wistawan saat berkunjung ke Kotagede, diataranya:
1. Masjid Gedhe Mataram
Ketika berada di kompleks Masjid Besar Mataram, Anda merasakan sensasi seperti di lingkungan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta, lengkap dengan pagar batu relief yang mengelilingi Masjid, pelataran yang luas dengan beberapa pohon Sawo Kecik, serta sebuah bedug berukuran besar.
Di halaman Masjid terdapat sebuah pohon beringin tua yang usianya mencapai ratusan tahun. Di sekitar pohon beringin terdapat parit yang mengelilingi Masjid. Pada masa lalu, parit yang digunakan sebagai tempat wudhu, tetapi sekarang digunakan sebagai tambak.
Masjid Gedhe Mataram dibangun di zaman Kerajaan Mataram pada tahun 1640 M oleh Sultan Agung bersama dengan masyarakat setempat. Masjid ini mempunyai prasasti yang menyebutkan bahwa Masjid dibangun dalam dua tahap. Tahap pertama dibangun pada masa Sultan Agung hanya berupa bangunan inti Masjid yang berukuran kecil sehingga saat itu disebut langgar.
Tahap kedua Masjid dibangun Raja Kasunanan Surakarta, Paku Buwono X. Perbedaan bagian Masjid yang dibangun oleh sultan Agung dan Paku Bowono X ada pada tiangnya. Bagian yang dibangun Sultan Agung tiangnya berbahan kayu sedangkan yang dibangun Paku Buwono tiangnya berbahan besi.
2. Makam Raja-Raja Mataram
Di tempat ini Raja – Raja Mataram di Makamkan, diantaranya Raja Mataram Islam pertama yaitu Panembahan Senopati beserta keluarganya. Panembahan Senapati wafat pada tahun 1601 M dan dimakamkan berdekatan dengan makam ayahnya. Kompleks makam berada sekitar 100 meter dari Pasar Legi, dengan dikelilingi tembok besar dan kokoh.
Pintu Gapura memasuki kompleks makam ini masih memiliki ciri arsitektur budaya bernama Gapura paduraksa dengan kusen berukir di sebelah selatan Masjid Gedhe Mataram yang menuju ke dalam kompleks Makam Raja – Raja Mataram.
Pada puncak gapura ini terdapat ukiran kepala Kala bercuping ganda terbuat dari batu kapur. Setiap gapura memiliki pintu kayu yang tebal dengan ukiran yang indah dan dijaga oleh sejumlah Abdi Dalem berbusana adat Jawa.
Ada 3 gapura yang harus dilewati sebelum masuk ke bangunan makam. Uniknya, kita diharapkan untuk menggunakan busana adat jawa untuk memasuki area makam. Pengalaman menarik menggunakan busana layaknya Abdi Dalem kerajaan Jawa kuno. Wisatawan akan melewati 3 gapura sebelum sampai ke gapura terakhir yang menuju bangunan makam.
3. Pasar Legi
Pasar Legi Kotagede merupakan pasar tradisional tertua di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dibangun pada abad ke-16 M dan masih menjalankan akvititas pasar tradisionalnya sampai sekarang. Dinamakan Pasar Legi berdasarkan hari pasaran di kalender Jawa, yang memuat Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi.
Kelima hari pasaran tersebut menjadi patokan pasar-pasar tradisional di DIY. Setiap hari Legi, Pasar Legi Kotagede mencapai puncak keramaiannya, sampai menutupi bahu jalan pasar dan mempersempit ruas jalan di sekitarnya.
Hal paling mencolok dari Pasar Legi Kotagede adalah keramaian pedagang hewan, terutama unggas seperti burung, ayam, angsa, dan mentok. Adapula pedagang hewan lain, seperti kelinci dan ikan hias. Pedagang sandangan murah, alat-alat besi, obat herbal, dan perhiasan batu akik juga ikut meramaikan kehidupan Pasar Legi Kotagede.
Biasanya para pedagang sudah berada di lokasi Pasar Legi Kotagede sejak pukul 06.30 WIB. Kehidupan Pasar Legi Kotagede mulai ramai sekitar pukul 07.00 WIB, akan semakin ramai ketika memasuki waktu pukul 10.00 WIB, dan mulai sepi setelah lewat pukul 12.00 WIB.
4. Bangunan Tua Tempo Dulu
Sudut-sudut terbaik di Kotagede memang lebih menyenangkan dilalui dengan berjalan kaki. Hal-hal kecil yang muncul dari interaksi berjalan kaki, Interaksi yang sederhana tapi memberi rasa yang nyata dan menyenangkan dari suasana Bangunan Tua hingga kehidupan Masyarakat Kotagede. Apalagi di dalam ruang yang lebih sempit seperti gang, akan nampak dengan jelas suasana kehidupan tempo dulu.
Bayangkan saja, terdapat gedung tua yang megah di dalam gang seperti Masjid Perak. Terdapat juga beberapa rumah tradisional Jawa yaitu Joglo yang apik dan sederhana dan Rumah Rudi Pesik yang besar dan gagah. Tentu sangat memukai setiap mata para wisatawan, kondisi ini sangat cocok bagi wisatawan yang hobi mengabadikan momen berwisata dengan berfoto karena nampak view foto tradisional atau tempo dulu yang jarang ditemukan ketika berwisata ke tempat lain.
5. Kawasan Sentra Kerajinan Perak
Sejak zaman dahulu, Masyarakat asli Kotagede yang disebut rakyat Kalang memiliki keahlian membuat kerajinan ukiran kayu, perak dan emas, sehingga tidak heran jika kemudian Kotagede menjadi sentra kerajinan perak yang indah dan terkenal luas hingga ke mancanegara.
Kini Kotagede bahkan menjadi identik dengan kerajinan perak. Ratusan warga Kotagede mengantungkan hidupnya dari Kerajinan Perak. Di sepanjang jalan utama berjajar toko-toko yang menjajakan kerajinaan Perak Kotagede. Ratusan jenis kerajinan perak dihasilkan oleh pengrajin perak, mulai dari cincin, giwang, bros, miniatur sepeda, becak, andhong, kapal-kapalan dan berbagai hiasan lainnya.
Harga jual Kerajinan Perak Kotagede bervariasi, rata-rata untuk harga bros sekitar Rp. 10.000, cincin perak dari harga Rp. 100.000, miniatur becak dari harga Rp 250.000, miniatur andhong dari harga Rp. 200.000. Bahkan ada yang harganya ada yang mencapai puluhan juta rupiah tergantung tingkat kerumitan dan banyaknya bahan baku yang digunakan.
Bagi wisatawan yang berkunjung ke Kotagede akan terasa kurang lengkap, jika tidak membawa setidaknya minimal satu kerajinan dari perak sebagai oleh-oleh untuk keluarga di rumah atau sebagai kenangan karena pernah berkunjung ke Kotagede.
Nama : Kotagede, Yogyakarta
Alamat : Kecamatan Kotagede, Kota Jogja, Daerah Istimewa Yogyakarta
Peta : https://goo.gl/maps/CD1vUuko58Y1BHzt5
Itu dia beragam informasi terkait Kotagede Jogja untuk Anda. Seluruh spot wisata diatas dapat Anda kunjungi sekaligus dalam sehari karena lokasinya yang berdekatan. Jika ingin mengunjungi spot wisata Pantai Jogja, Anda masih perlu melakukan perjalanan menggunakan rental mobil wisata kurang lebih 30 menit. Semoga informasi ini bermanfaat.