+62 811-258-168 noto.djogja@gmail.com

Yogyakarta merupakan daerah dengan beragam budaya dan sumber daya alam seperti wayang kulit, gastronomi, wisata alam dan lain-lain. Dan salah satu dari sekian banyak budaya rakyat tersebut adalah asal mula batik Yogyakarta.

Batik Yogyakarta merupakan salah satu jenis batik yang digemari oleh banyak orang. Juga ketika kita mengunjungi kota Yogyakarta, kita pasti akan melihat banyak orang yang memakai batik ini. Karena Yogyakarta merupakan kota yang masih kental dalam menjalankan berbagai budaya termasuk budaya memakai dan membuat batik.

Seperti yang kita ketahui, Yogyakarta merupakan salah satu sentra batik yang terkenal di Jawa Tengah. Batik dari Yogyakarta sudah dikenal sejak lama. Ciri khas Batik Yogyakarta adalah latar belakang atau warna dasar kainnya. Warna dasar kain batik ini ada dua jenis yaitu hitam dan putih, sedangkan warna batik bisa putih, biru tua-hitam dan coklat sogan.

Batik Yogyakarta adalah salah satu batik Indonesia yang awalnya terbatas hanya untuk keluarga Keraton. Setiap motif yang terukir dalam goresan miring pada kain batik penuh makna, itu cerita. Hal ini yang membedakan batik Yogyakarta dengan batik lainnya, yang membuat batik ini tidak memiliki eksklusivitas sebagai mahakarya seni budaya Indonesia. Saat ini batik ini bisa digunakan oleh semua kalangan untuk melakukan apa saja, baik batik seragam, tas batik, maupun berbagai jenis produk berbahan dasar batik lainnya.

Sejarah Asal Mula Batik Yogyakarta

Keberadaan batik khas Yogyakarta sendiri tidak lepas dari sejarah kebangkitan kerajaan Islam Mataram yang didirikan oleh Panembahan Senopati. Selama perjuangan menemukan Mataram, Panembahan Senopati sering melakukan perjalanan dan latihan spiritual di sepanjang pantai selatan Jawa.

Sri Sultan Hamengku Bawono 10 mengenakan batik motif Parang Gendreh Ceplok Nagaraja latar putih. Sumber: kratonjogja.id
Sri Sultan Hamengku Bawono 10 mengenakan batik motif Parang Gendreh Ceplok Nagaraja latar putih. Sumber: kratonjogja.id

Konon lansekap dan latar tempat itu, yang dihiasi deburan ombak yang menerjang deretan tebing atau dinding karang, menginspirasinya untuk menciptakan pola batik parang. Motif ini kemudian menjadi salah satu ciri khas pakaian Mataram.

Pada tahun 1755, Perjanjian Giyanti membagi Kesultanan Mataram menjadi dua, yaitu Kesultanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Semua harta kerajaan yang ada, termasuk cagar budaya, dibagi menjadi dua wilayah ini.

Khususnya untuk keutuhan pakaian Keraton Mataram, termasuk batik yang merupakan milik eksklusif Keraton Yogyakarta. Keunikan ini masih dipertahankan hingga saat ini, baik dalam motif maupun warna. Didominasi oleh warna bumi, motif batik ini kemudian menjadi cikal bakal batik khas Yogyakarta.

Awalnya, perkembangan batik di lingkungan keraton masih terbatas. Kegiatan membatik merupakan bagian dari pendidikan putri bangsawan di dalam tembok keraton. Pengantar estetika yang paling halus, hingga penguasaan teknik membatik yang rumit. Ini adalah bentuk pendidikan ketika ada rasa, kesabaran dan ketekunan.

Pada waktu itu, praktek membatik hanya dilakukan oleh para ratu dan putri kerajaan, dibantu oleh istri Abdi Dalem.

Lambat laun, karya batik yang belum selesai bisa dibawa keluar keraton untuk dilanjutkan di rumah masing-masing. Karena dilakukan hampir setiap hari, keinginan membatik sendiri pun datang dari Abdi Dalem.

Pada saat yang sama, kegiatan membatik juga menyebar ke keluarga kerajaan lainnya, termasuk istri dan Abdi Dalem, lapisan masyarakat, yang sering melihat keluarga kerajaan mengenakan batik, menjadi tertarik untuk menirunya.

Akhirnya pesona batik bisa terpancar dari dinding keraton dan dinikmati oleh semua kalangan. Motif-motif baru muncul dan menjadi kekhasan kelompok masing-masing. Ada ikat ikat istana dan ikat ikat terlarang yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan kerabatnya.

Batik tradisional digunakan oleh orang-orang yang secara ekonomi kuat tetapi tidak keturunan raja, batik petani/rakyat digunakan oleh petani dan masyarakat umum. Dalam konteks ini, keberadaan batik juga telah menjadi identitas sosial di masyarakat.

Pemakaian Batik Saat Ini

Penggunaan motif batik sesuai dengan kasta saat ini memudar. Banyak orang telah menggunakan motif larangan yang dulunya hanya digunakan oleh raja, permaisuri, dan keturunannya.

Larangan ini tidak berlaku lagi di luar lingkungan keraton Yogyakarta. Sayangnya, terkadang orang menggunakan motif yang tidak tepat hanya karena mereka tidak memahami sebutannya. Misalnya, penggunaan motif untuk upacara pemakaman pada pernikahan.

Tidak ada kewajiban untuk memahami filosofi dari setiap motif batik. Namun, jika Anda memahami proses pembuatan dan makna motif batik, Anda dapat memahami bahwa batik bukan hanya kain kotak-kotak. Setiap malam goresan pada batik seperti benang doa. Ungkapan kepada sang pencipta melalui bentuk pola dan warna.

Teknik Pembuatan Batik Yogyakarta

Dalam pembuatan batik di Yogyakarta terdapat teknik pembuatan. Waktu yang dibutuhkan untuk membatik bervariasi. Hal ini tergantung pada kerumitan dan teknik yang digunakan. Berdasarkan teknik pembuatannya, batik Yogyakarta dapat dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut.

Ilustrasi pembuatan batik. Sumber: pixabay
Ilustrasi pembuatan batik. Sumber: pixabay

Batik Tulis, adalah kain yang dihias dengan tangan dengan tekstur dan motif batik. Dibutuhkan waktu kurang lebih 23 bulan untuk membuat satu potong kain jenis batik ini.

Batik cap, adalah kain yang dihias dengan tekstur dan pola batik yang dicap dengan segel atau cap, biasanya terbuat dari tembaga. Hanya membutuhkan waktu kurang lebih 23 hari untuk membuat satu potong kain celup jenis ini.

Melukis batik adalah proses pembuatan batik dengan cara melukis langsung di atas kain putih yang diberi motif.

Ternyata untuk membuat batik harus melalui proses yang cukup panjang. Prosesnya dilakukan secara bertahap untuk menghasilkan batik yang berkualitas baik.

Motif Batik Klasik Asli Yogyakarta

Ada bermacam-macam jenis dan motif batik klasik yang dulu beredar di yogyakarta, diantaranya seperti:

  • Motif Perang
  • Motif Geometri
  • Motif Banji
  • Motif Tumbuhan Menjalar
  • Motif Tumbuhan Air
  • Motif Bunga
  • Motif Satwa dalam alam kehidupan
  • dan lain-lain.
Motif batik kawung jogja. Sumber: motifbatik.web.id
Motif batik kawung jogja. Sumber: motifbatik.web.id

Motif batik jogja bukan sembarang motif. Serangkaian motif yang terukir pada kain tersebut mengandung banyak filosofi. Misalnya, Sido Asih mengatakan bahwa pengguna sering dikelilingi oleh cinta dalam keluarga mereka. Truntum berarti menumbuhkan cinta. Semen Roma dan Ratu Ratih menandakan kesetiaan seorang istri.

Itulah beberapa informasi tentang asal mula batik Yogyakarta. Tentunya dengan mengetahui nilai sejarah dari batik seperti Batiki Jannati yang kita gunakan akan membuat kita semakin bangga dengan kerajinan Indonesia yang kita banggakan ini. Semoga artikel diatas bisa bermanfaat untuk anda. Selamat membaca sekian dan terima kasih.